018. Kebahagiaan itu, Hanya Sementara
Berhasil membuka pintu dan menginjakkan kakinya di dalam unit, Margaretha dibuat kaget dengan keberadaan Kainan yang ternyata sudah berada di dalam unit terlebih dahulu daripada dirinya. Rupanya, Kainan tadi hanya memberikan prank untuknya. Lelaki itu berbohong tidak bisa menjemputnya tadi karena ia bilang ada urusan yang mendadak, tapi ternyata Kainan sudah berada dalam jangkauannya sekarang.
Lelaki itu berjalan mendekatinya. “Maaf, ya, udah prank kamu.” kata Kainan pelan lalu memberikan kecupan bertubi-tubi di pipi Margaretha.
“Jahat.” balas Margaretha disertai dengan bibirnya yang mengerucut, pura-pura sebal di depan Kainan yang malah tersenyum meledek.
Kainan membawa Margaretha ke pelukan hangatnya sekalipun saat ini ia tidak memakai baju. Ini adalah keadaan yang sering Margaretha lihat ketika Kainan berada di dalam apartemennya. Mungkin, hobi Kainan sekarang adalah menyombongkan dirinya karena otot-otot perutnya yang mulai terlihat terbentuk, hingga ia sering shirtless di depan pacarnya itu.
Ketika Kainan berhasil membawa Margaretha sampai di ruang makan, perempuan itu mengaga kecil, sedikit terkejut dengan kejutan kecil-kecilan yang Kainan siapkan padanya. Sebuah candle light dinner dan ada cake juga makanan yang ia pesan di restoran bintang lima dekat kantor.
“Kainan, kamu yang siapin semuanya?” tanya Margaretha antusias dan Kainan hanya mengangguk mengiyakan.
“Heum,” “Suka?”
Tanpa ditanya pun Margaretha pasti menjawab kalau ia suka dengan kejutan dari Kainan malam ini. Karena Kainan tahu, Margaretha bukanlah gadis neko-neko yang menyukai kehidupan mewah sekalipun mempunyai pacar sekaya Kainan. No, perempuan itu bahkan tidak pernah meminta sesuatu yang mahal seperti tas, sepatu, atau apapun. Selama mengenal Margaretha, Kainan tahu, kalau gadisnya itu lebih suka sebuah kesederhanaan.
“Suka, makasih.” Margaretha memberikan senyuman lebar kepada Kainan.
“Happy anniversary,” ucap Kainan, kembali merapatkan tubuhnya hingga bersentuhan dengan Margaretha lagi. “Aku mau kita tetap merayakan hari bahagia ini sampai kita menua.” lanjutnya seraya membelai rambut wanitanya dengan lembut.
Margaretha melepas pelukannya dengan Kainan, menatap wajah Kainan lamat-lamat hingga ia salah tingkah sendiri. Dengan gemasnya Kainan memberikan kecupan di bibir Margaretha, hanya sebatas mengecup, sebab wanita itu terlebih memutuskan kontak mereka sebelum Kainan mendaratkan ciuman yang penuh makna.
Sambil tertawa kecil, Margaretha mengatakan sesuatu, “Aku mau mandi, kamu buruan pakai baju.”
Lalu setelahnya, perempuan itu menghilang dari balik pintu.
Cahaya matahari merambat memasuki celah-celah jendela kaca yang tidak sepenuhnya tertutupi oleh gorden, Margaretha menggeliat pelan. Perlahan ia membuka kedua matanya, menyelaraskan biasan cahaya hingga pada detik kelima, ia mampu menangkap objek dengan benar.
Margaretha bergerak ke samping, tepat di mana Kainan masih tertidur sambil memeluknya. Wajahnya menenangkan setiap kali ia tertidur pulas seperti saat ini. Rambutnya yang berantakkan itu membuat Margaretha gemas sendiri. Jarinya menari-nari di atas wajah Kainan, menyingkirkan helaian rambut lelaki itu agar tidak menutupi ketampanannya.
Lantas pergerakannya terhenti tatkala kedua matanya menangkap sebuah cincin mahal yang kini telat bertengger manis di jarinya. Kainan yang memberikannya semalam sebagai hadiah anniversary mereka yang ketiga tahun. Sebagai tanda betapa lelaki itu mencintainya dan segera menginginkan hal yang lebih dari status mereka saat ini. Bisa saja Kainan menikahinya saat ini, tapi masih ada sebuah ‘penghalang’ untuknya agar ia bisa meresmikan sebuah janji di depan altar.
“Kok udah bangun?” suara serak Kainan membuyarkannya dari lamunan. Pria itu menariknya ke dalam pelukan dan mengecup dahinya beberapa kali. Sepertinya Kainan sempat terusik dengan jari-jarinya yang bergerak bebas di atas wajahnya tadi.
Masih dengan memejamkan matanya, Kainan semakin mengeratkan pelukannya. Tubuh Margaretha seakan remuk karena kejadian semalam.
Margaretha terlampau polos. Hanya karena Kainan membisikkan kata memuja ia menyerahkan hatinya, dan ketika Kainan memberikan isyarat yang mendalam tentang kecintaannya pada dirinya, ia memberikan semua yang ia punya untuk lelaki itu. Memberikan kepeceryaannya sepenuhnya dan harta berharganya. Kini ia baru tersadar kalau tadi malam adalah sebuah dosa besar yang telah ia perbuat dengan Kainan, meskipun ia tidak munafik juga kalau ia menikmati ritme detak jantung keduanya yang saling berpicu lantaran bibir mereka saling tertaut lembut.
“Kenapa bengong, hm?” Kainan terpaksa membuka matanya, menatap lekat manik mata Margaretha yang juga menatapnya.
“Kai,” bola mata Margaretha bergerak dengan gelisah.
“Hm?”
“Tadi malam yang kita lakukan … akau pikir itu melampaui batas.” Kainan diam sebentar mencerna maksud perkataan dari Margaretha.
Tangan Kainan bergerak mengelus punggung polos wanitanya dengan lembut. “Aku pasti tanggung jawab, Reth,” ucapnya meyakinkan.
“Jangan takut, kita akan selalu bersama. Dan aku pastikan itu,” satu kalimat itu seolah mantra hingga membuat keduanya kembali merapatkan tubuh mereka, saling memberikan kehangatan yang sebelumnya tidak pernah mereka lakukan.
Pagi itu, Margaretha kembali terbuai dengan perkataan manis Kainan. Percaya dengan apa yang diucapkan lelaki itu membuatnya lupa, sejatinya Tuhan yang berkehendak secara penuh untuk mengatur kehidupan manusia di bumi.