180.

Sementara itu, Berlin di mengomel tidak karuan sebab chat-nya masih saja diacuhkan oleh dua orang—siapa lagi kalau bukan Sheila dan Skala. Isac yang ada di sampingnya hanya tertawa menanggapi. Karenan menurutnya, Berlin sangat lucu ketika sedang mengomel.

Sampai di depan pintu unit pun, Isac tetap setia menemaninya. Berlin menempelkan access card milkinya. Pintu pun terbuka. Berlin masuk terlebih dahulu sedangkan Isac mengikutinya.

“Shei, lo nggak kenapa-kenapa, kan?” Berlin memanggil dari dapur. Meletakkan belanjaannya tadi di sana sementara. Tidak ada jawaban akhirnya ia mengalahkan langkahnya ke ruang tengah.

“Skala, lo udah—ANJINGGGGGGGG!!”

Berlin telonjak saking kagetnya. Kalau saja di belakang tidak ada Isac mungkin dia sudah jatuh. Sendi-sendi kakinya melemas akibat melihat dua sejoli yang masih berciuman di sofa, dengan posisi yang masih sama juga. Isac pun begitu, cowok tinggi semampai itu tak kalah kagetnya dengan kegiatan temannya di sana. Pun dengan Skala dan juga Sheila yang mendengar umpatan Berlin.

Berlin langsung menarik tangan Sheila untuk menjauh dari Skala. “Shei…, jujur ke gue. Lo dipaksa sama Skala, kan?” Berlin menunjuk-nunjuk Skala.

Kepanikan Sheila dan Skala tidak ada apa-apanya dengan Berlin saat ini. Berlin menatap Skala dengan nyalang. “Skala! Lo paksa Sheila, kan?!“ Nada bicaranya meninggi dan bergetar karena panik. Tajam kedua netranya menatap Skala penuh selidik.

Belum mendapat respon dari keduanya, Berlin kelabakan meraba tubuhnya untuk mencari ponselnya yang bersembunyi di salah satu sakunya. Isac di sana masih berpikir jernih dan tidak ingin menyela. Dia duduk dengan ekspresi bingung yang tak henti-hentinya menatap ketiga insan di sana dengan bergantian.

“Gue laporin ke Tante Rer—“

“Gue pacar Skala.” Ucapan Sheila berhasil membungkam Berlin, membuatnya mengurungkan niatnya untuk memencet gambar telepon di ponselnya. “Gue dan Skala pacaran.” Tegas Sheila sekali lagi.

Baik Skala, Berlin dan Isac ikut tercengang menatap Sheila tidak percaya.

Berlin yang sedari tadi panik pun kini berdeham, menetralkan emosinya. Kemudian dia duduk di tengah-tengah antara Isac dengan Skala, menyenggol lengan Skala yang masih terdiam di sampingnya. Sepertinya Skala masih terkejut akan pengakuan dari Sheila. “Gue butuh penjelasan dari lo,” tuntut Berlin. “Yang dibilang Sheila… itu bener?”

Skala tak langsung menjawab. Lelaki itu melirik Sheila sebentar lalu menarik napas dalam-dalam. “Iya… gue sama Sheila emang pacaran.”

Isac menutup mulutnya tak percaya atas penyataan dari Sheila.

“Dari kapan?”

“Kelar dari KKN.”

“Anjing?” Makian Berlin kembali terdengar.

Isac mengerjapkan kedua matanya masih tak percaya. “Gila? Selama itu?”

“Mainnya rapi banget ya, lo berdua.”

Skala dan Sheila hanya saling pandang dari sana dan terdiam, tidak menanggapi sindirian dari Berlin. Mungkin, sudah saatnya orang-orang tahu akan hubungan mereka kecuali Kak Tari. Karena sekuat apa pun bangkai yang mereka sembunyikan, pasti akan tercium juga oleh banyak orang.

“Bukan mereka yang rapi, tapi kita terlalu bego aja buat nggak sadar.” Isac memberikan opini yang langsung disetujui oleh Berlin.

“Ck, kita udah kaya orang dungu mau dikibulin.”

“Emang lo dungu,” sahut Skala dan tertawa pelan. Lelaki itu kemudian beranjak dari tempatnya duduk menuju ke tempat Sheila.

“Diem lo!” Amuk Berlin begitu melihat Skala yang menertawainya tanpa rasa bersalah sedikit pun. “Jadi apa alesan lo buat backstreet ?

“Banyak nanya,” sela Skala. “Mending lo sama Isac cabut dari sini,”

“Hello?? Ini unit gue kalau lo nggak lupa.”

“Oh iya,” Skala manggut-manggut. “Yuk, kita keluar, Yup.”

Berlin melipat kedua tangannya seraya berdecak geli, “Yup?”

“Panggilan sayang.”

“Geli,”

“Lo iri, kan?”

“Kenapa harus iri?!” Berlin mengeraskan suaranya kemudian berdiri.

Dua manusia yang melihat perdebatan antara sepupu ini adalah Isac dan Sheila, mereka masih terdiam mengamati tingkah konyol Skala dan Berlin yang sama-sama tidak ada yang mau mengalah.

“Gue juga punya crush kali,”

Skala bersiap menggandeng tangan Sheila sebelum membalas ucapan Berlin.

Crush doang buat apa kalau belum jadi pacar?” ledek Skala dengan tampangnya yang nyebelin.

Satu. Dua. Tiga.

“SKALAAAAA!!! BALIK LO!!!!”

Sesuai perkiraan Skala, kalau Berlin pasti akan mengamuk. Untuk itu, dia langsung menarik Sheila untuk keluar agar terhindar dari amukan Berlin.