HIMAM Special Part #2

Seusai bercanda melalui iMessage dengan sang istri, Jeffran segera bergegas turun ke lantai satu untuk menemui Rere, dia ingin sekali menjahili perempuan itu dengan memeluknya dari belakang secara tiba-tiba. Namun alih-alih memeluk, Jeffran hanya terdiam di belakang Rere, menonton dengan serius apa yang sedang perempuan itu kerjakan tanpa menimbulkan suara sedikit pun.

Jeffran tidak menghitung sudah berapa menit dia berdiri terdiam dengan kedua tangannya yang bersedekap, yang jelas kalaupun dia harus akan memberikan seluruh waktu dari sisa hidupnya agar hanya untuk dapat melihat punggung kecil istrinya meski dari kejauhan, maka akan dia lakukan. Dan saat ini Rere belum menyadari keberadaan dirinya karena masih sibuk dengan duniannya sendiri—yaitu menunggu air mendidih sambil bersenandung ria. Senyum Jeffran semakin mengembang sempurna lantaran melihat tubuh Rere yang tenggelam karena baju yang dipakai adalah miliknya. Bahkan dilihat dari belakang pun, Rere tetap menggemaskan dengan baju kedodoran miliknya.

Lelaki itu masih tetap pada posisinya, sementara saat ini Rere masih belum sadar juga kalau ada seseorang yang rela berdiri bak patung demi melihatnya tanpa mau mengganggu aktivitas bersenandungnya.

Lalu untuk sesaat, barulah Jeffran bersuara. “Belum selesai?”

Tentu yang dilakukan Rere tidaklah langsung menjawab, melainkan terperanjat karena tiba-tiba suara Jeffran menerobos ke gendang telinganya. Jeffran hanya cekikikan melihat Rere beserta ekspresi wajahnya yang masih terkejut.

“Sejak kapan di situ? Kaget tau!” desisnya, sembari mengelus dadanya beberapa kali.

Sedangkan sang pelaku hanya menarik senyum tipis. “Dari tadi,” balasnya seraya berjalan mendekat.

Saat Rere kesusahan hendak membuka tempat penyimpanan gula, Jeffran lebih dulu merebutnya dan membukakan untuknya. “Lain kali tuh bilang 'Mas, tolong bukain dong,' gitu,”

Rere mencibir lalu membalasnya, “Makasih ya, buat Mas suami yang selalu peka.”

Kini giliran Jeffran yang mencibir. “Sekarang aja panggilnya 'Mas suami', dulu selalu panggil Om,” ucap Jeffran dengan menekan kata 'Mas suami', dan Rere hanya tertawa kecil menanggapinya.

“Habisnya kayak Om-Om sih—ah, sakit!” Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Jeffran terlebih dahulu mencubit pipinya hingga membuatnya memekik.

“Sini biar Om obatin,” Jeffran memegang kedua rahang Rere dan memberikan elusan tepat bagian pipi perempuan itu yang dia cubit. “Masih sakit? Kalau masih sakit biar Om cium,”

Rere bergerak melepaskan kedua tangan Jeffran. “Ye, modus!”

“Loh, kenapa? Kan biasanya kamu suka Om cium,” Jeffran masih saja iseng dengan menekan kata 'Om' di setiap kalimat yang dia lontarkan.

“Nggak mau, Om. Takut.” Mendadak Rere memasang tampang takutnya.

“Takut apa?” tanya Jeffran. Wajahnya jadi ikut serius saat melihat wajah Rere.

Menangkap ekspreis wajah Jeffran yang menjadi lebih serius karena perkataannya barusan, Rere jadi tersenyum usil. “Takut bakal keterusan,”

Tawa Jeffran meledak saat itu juga. Lelaki itu tak habis pikir kalau Rere, istrinya itu jadi semakin genit dan lebih berani untuk menggodanya terus-terang sekarang. Jeffran mengacak rambut Rere. “Dasar, udah mulai berani genit ya!” lontarnya yang hanya dibalas tawa oleh Rere.

Bunyi air pada panci mendandakan kalau sudah mendidih. Rere dengan berhati-hati mengangkat dan menuangkan air panas di dalamnya ke sebuah gelas kaca. “Mas juga mau susu nggak?” tanya Rere tanpa melihat Jeffran.

“Mau. Punya kamu kan?”

Rere meletakkan kembali panci itu di atas kompor. “Hah?”

“Susu yang kamu buat, itu maksudnya,” ujar Jeffran berdalih.

“Oh..., aku kira apa...” Rere jadi salah tingkah sendiri. Dia tidak bisa menutupi rona merah pada bongkahan pipinya.

Jeffran menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berdecak tidak percaya. “Kotor banget isi pikirannya,”

“Kok aku? Mas tuh yang ambigu banget dari awal!” bantah Rere tidak terima dengan opini Jeffran kepadanya. Sedangkan lelaki itu hanya mengumbar tawanya mengejek. “Jadi mau apa enggak?”

“Mau, tapi punya kamu.” jawab Jeffran lagi, iseng.

“Tuh, kan!” Rere berseru. Dia menghentakkan kakinya, mulai kesal dengan Jeffran.

Sebelum bertambah kesal, Jeffran menjawab dengan lebih serius kali ini. “Mas mau yang barusan kamu buat itu loh, negative mulu pikirannya. Heran.”

“Nggak mau! Nanti aku kurang!”

“Jangan banyak-banyak, nanti malem kalau kamu ngompol gimana?”

“Ih, Mas!” Rere berseru lagi, namun kali ini nadanya sedikit merengek. Bibirnya cemberut kesal karena Jeffran terus saja mengusilinya. “Selagi air hangatnya masih ada, kalau mau aku buatin.”

Jeffran menggelengkan kepala. Lelaki itu berhenti menjahili Rere. “Nggak usah, kita langsung nonton aja.”

“Ya udah kalau gitu. Nanti kalau mau, Mas boleh minta aku, tapi dikit aja,” kata Rere sebagai final dari pertengkaran kecil mereka di dapur, karena selanjutnya mereka menonton bersama di ruang tengah.


Sudah ke sekian kali Jeffran menghela napas. Dari awal ketika Rere memintanya untuk menemani menonton Drama Korea, yang dilakukan Jeffran adalah diam membisu karena target kejahilannya kini terlalu fokus memperhatikan layar besar di hadapan mereka. Mau ikut menonton juga Jeffran tidak tahu jalan ceritanya karena Rere menonton drama tersebut langsung dari episode sebelas, yang mana kalau Jeffran memaksakan fokus menonton pasti membuatnya terlihat seperti orang dungu yang akan kebanyakan bertanya atau meminta penjelasan pada Rere mengenai drama tersebut dan berakhir membuat mereka bertengkar lagi karena Rere tidak suka diganggu saat menonton Drama Korea. Jadilah Jeffran tetap memilih diam daripada harus bertengkar dengan Rere.

Dari samping Jeffran melihat Rere, perempuan itu sama sekali tidak berkedip sedikit pun saat layar televisi itu menayangkan laki-laki yang sedang shirtless di sana. Ugh, Jeffran kan jadi terbakar api cemburu! Maka dari itu dia mengalihkan fokus Rere dengan cara lain saat Rere kembali menyeruput susunya.

“Masih panas nggak susunya?” tanya Jeffran basa-basi dan hanya dibalas Rere dengan gelengan saja. “Sini, Mas juga mau.”

Rere hendak mengulurkan gelasnya tetapi pergerakan gesit Jeffran mampu mengalihkan perhatiannya dari televisi. Entah bagaimana caranya, bibir mereka bertemu. Jeffran menempelkan bibirnya secara tiba-tiba hingga membuat Rere tidak bisa menghindar.

Di tengah lumatannya, Jeffran menyeringai. Dia senang karena tak lama Rere ikut melumat bibirnya juga. Jeffran sempat berbesar kepala karena dia menang bisa merebut perhatian Rere dari manusia-manusia yang berada di dalam televisi itu. Jeffran senang karena Rere membalas ciumannya, meski hanya sebentar.

“Kenapa tiba-tiba, sih?” keluh Rere tatkala pagutan mereka terlepas. Dia menjauhkan dirinya dari Jeffran dan meletakkan gelas yang tadinya masih dia pegang ke atas meja.

“Mas cuma mau ambil jatah Mas soalnya kamu udah tawarin tadi,” balas Jeffran enteng meski dengan mukanya yang cemberut karena Rere mengakhiri ciuman secara sepihak.

“Kan aku nawarin susunya, bukan ciuman!”

“Kalau bisa menang dua kali kenapa enggak? Lagian Mas juga masih bisa ngerasain susunya.”

Rere melirik Jeffran dan mendengkus. “Itu namanya modus!” Dia mengerucutkan bibirnya. “Jangan ganggu dulu, aku mau nonton!”

Jeffran yang kegemasan akan tingkah Rere pun reflek memeluknya dari samping, lalu mendaratkan kecupan di pipi Rere. “Bibirnya biasa aja, nanti Mas cium lagi tau rasa.”

Langsung saja Rere memperbaiki ekspresi wajahnya. “Mas, tiduran dong, aku mau tidur juga.”

Tanpa banyak membantah, Jeffran memposisikan tubuhnya dan berbaring. “Sini,” ucapnya seraya menepuk lengan kirinya sebagai tanda agar menjadi bantal untuk Rere. Dan Rere pun ikut berbaring di sampingnya.

Selama bermenit-menit, Jeffran sengaja memberikan waktu agar Rere bisa tenang dan bisa fokus menonton. Sampai akhirnya perempuan itu terlalu jelas menyadari kalau Jeffran sebenarnya sedari tadi memang sengaja mengganggunya seperti sekarang lelaki itu mengigit kecil daun telinganya. Rere mencoba tidak terlena ketika gigitan kecil itu menjadi jilatan hangat yang menggelikan.

“Mas,” tegurnya. Mati-matian Rere menahan napasnya dan sepertinya Jeffran menyadari itu. Rere merasakan cuping telinganya basah dan hangat akibat lidah Jeffran yang nakal. Sepertinya lelaki itu memang sengaja untuk terus menggoda tubuhnya.

Jeffran menjauhkan bibirnya dari telinga sang istri. Bisa dirasakan hembusan napas Rere yang sedari tadi tertahan langsung keluar perlahan dengan bebasnya begitu dia menghentikan aktivitasnya. Jeffran berhenti sebentar, kemudian dia beralih menciumi tengkuk Rere. Memberikan gigitan dan sesapan di sana.

Sebut saja Jeffran Arikala adalah orang yang kompetetif dan posesif. Dia tidak akan mau kalah dengan orang-orang yang berhasil merebut perhatian istrinya, oleh karena itu Jeffran mengambil jalan dengan cara memberikan sentuhan yang pasti membuat Rere bereaksi menanggapi setiap sentuh yang dia berikan.

Satu tangannya yang menganggur sedari tadi Jeffran pergunakan dengan baik. Lelaki itu berhasil menelusup ke dalam baju kebesaran miliknya yang dipakai Rere. Bermain di area perut rata wanitanya dengan mengusap-usap lembut nan teratur.

Aliran darah di tubuh Rere terasa menghangat begitu merasakan sentuhan dari kulit telanjang Jeffran yang mengenai kulit perutnya. Jeffran mengelus lembut di sana dan terkadang menggelitik sebelum tangannya merambat naik ke atas untuk menyentuh miliknya yang tanpa ada kain penghalang.

No bra, hm?” Jeffran berbisik sensual tepat di telinganya.

Dari awal, Jeffran sebenarnya sudah menyadari kalau Rere tidak mengenakan bra. Walaupun tidak begitu kentara, Jeffran yang teliti pun menyadari kalau cutie pie milik Rere tidak diberikan penyanggah di balik baju kebesaran itu. Oleh karena itu dia sengaja memberikan godaan saat berada di dapur tadi. Rere-nya tidak sepolos dulu ketika mereka baru menikah. Dan Jeffran suka keduanya. Jeffran suka bagaimana kalau Rere bertingkah polos kepadanya, membuatnya gemas sendiri. Jeffran juga suka bagaimana liarnya perempuan itu kepada dirinya, itu membuatnya semakin tertantang untuk menerkamnya.

Kedua bola mata Rere membulat menatap Jeffran. “Sengaja,” jawabnya sembari satu jari telunjuk menggambar pola lingkaran di dada Jeffran.

Yang dilihat Rere adalah seringaian dari sudut bibir Jeffran. “Jadi maksud kamu, kamu sengaja mau goda Mas?” Jeffran mencoba membenarkan maksud Rere.

Rere menelan air liurnya susah payah sebab suaminya lebih dari peka tentang apa yang ada pada dirinya. Meski bulu kuduk Rere yang tiba-tiba merinding karena bisikan sensual Jeffran, dia masih bisa menyahutinya dengan lantang. “Mas nggak suka?” tantangnya.

Jeffran tertawa untuk menanggapi perkataan Rere. “Lebih dari suka,” bisiknya lagi. Kemudian dia melanjutkan untuk menggerakkan tangannya.

Kedua mata itu terpejam tatkala remasan pelan yang didapat. Rere menggigit bibir bawahnya, mencoba sekuat tenanga untuk menahan desahan agar tidak terlepas.

“Mas Jeff, pelan...” pintanya sedikit merengek sebab Jeffran telalu kuat meremas gundukannya dengan bergantian. “Eungh...” Rere melenguh dengan matanya yang terpejam menikmati setiap remasan yang Jeffran berikan.

Kini Rere tidak lagi fokus pada layar lebar itu, melainkan sepenuhnya pada Jeffran. Dia menawarkan diri untuk mencium Jeffran di saat tadi dia mengomel pada lelaki itu karena menciumnya secara tiba-tiba. Jeffran sendiri dengan senang hati akan memberikan ciuman terbaiknya untuk Rere.

Sementara satu tangannya masih bekerja dengan baik di balik kaos, bibirnya sudah sepenuhnya menjarah bibir Rere. Menyapu lembut permukaan bibir ranum itu sebelum memberikan lumatan-lumatan memabukkan yang bahkan Rere tidak akan sanggup untuk mengakhirinya.

Kedua birai itu saling menyatu, saling membelitkan lidah. Jeffran menggigit bibir bawah Rere yang kenyal itu, membuat sang pemilik melenguh dan berakhir membalas dendam padanya dengan menyesap keras-keras bibirnya.

“Ugh, Mas,” desah Rere tertahan saat jemari Jeffran sudah berada di area bawahnya, menggerayangi dari luar celana pendek yang dia pakai. Rere membuka kedua mata sepenuhnya.

Ciuman mereka terlepas karena Rere yang terus-menerus mendesah. Sementara menikmati desahan Rere, Jeffran hanya membalas dengan cengirannya. Di dunia ini ternyata ada hal yang sangat Jeffran sukai, salah satunya adalah mendengarkan Rere mendesah memanggilnya.

Dengan sengaja Jeffran terus menggesekkan jarinya pada titik sensitif Rere. Berikut dengan satu tangan kirinya yang masih terbebas dia pergunakan. Jeffran memasukkan jari telunjuknya ke dalam mulut Rere, meminta perempuan itu untuk mengemutnya.

Sesaat Jeffran sengaja menghentikan aktivitasnya. Rere yang sudah kepalang keenakan akan sentuhan Jeffran pun mendongak menatap pria itu seolah bertanya kenapa berhenti.

“Mau dilanjut sebentar di sini atau langsung ke kamar aja?” tanya Jeffran pada intinya setelah mengetahui bagaimana Rere dan dirinya sangat menginginkan hal lebih dari sekadar ini.

“Tuntasin dulu apa yang udah Mas mulai di sini,” jawabnya.

Jeffran tersenyum penuh kemenangan. “Your wish is my command, sweetheart.” Dia berbisik pelan, kemudian memberikan kecupan di dahi Rere dan melanjutkan apa yang telah dia mulai.