Lip Care to Heaven

Percakapan menggelikan yang terjadi antara dirinya dengan sang suami, Jeffran Arikala, melalui chat pribadi membuat Rere sedikit was-was untuk sekedar membuka pintu kamarnya. Mereka memang belum tidur dalam satu ranjang yang sama karena Rere masih belum terbiasa, namun, hubungan mereka semakin berkembang mengingat beberapa kali mereka sudah berani terang-terangan untuk skinship.

Rere keluar dari dalam kamarnya setelah menunggu hampir lima belas menit suara Jeffran tidak lagi ada di depan pintu kamarnya. Pria itu kadang sangat jahil, buktinya tadi Jeffran terus menggoda Rere dengan mengetuk-ngetuk pintunya.

Rutinitas sebelum tidurnya selain mengaplikasikan skincare ke wajahnya adalah selalu meminum susu cokelat hangat. Oleh karena itu, Rere berjalan mengendap-endap ke dapur guna memasak air. Saat menunggu air yang mendidih sambil menjijitkan kakinya ke atas—mengambil serbuk susu cokelat bubuk itu berada—sebuah suara berat yang ia tahu milik Jeffran itu menyapa gendang telinganya. Rere terjengkit hingga mundur satu langkah.

“Ngapain kamu malam-malam ada di dapur?” Jeffran berjalan mendekatinya. Matanya menatap Rere dari atas hingga bawah. Baju tidur dengan tali tipis, celana pendek yang bahkan hampir tertutup oleh atasannya memperlihatkan jenjang kakinya yang tampak mulus. Jeffran berdehem.

“Mau buat susu.” Rere tanpa menoleh masih terus berjinjit untuk mengambil bubuk susu. Jeffran yang gemas lalu mendekat satu langkah, mengapit tubuh Rere ke area kitchen counter dan mengambilkan susu bubuk.

Rere mendongak sedikit, melihat Jeffran yang sedang mengambil susu bubuk itu terlihat begitu keren. Jeffran meletakkan kotak susu itu di samping, dekat dengan rebusan air di dalam panci.

Membalikkan badan menghadap Jeffran, Rere berucap. “Om, jauhan dikit, dong.”

Yang diajaknya berbicara justru enggan untuk menjauh. Jeffran lebih memilih untuk menepis jarak antara keduanya. “Kalau saya nggak mau?”

“Minggir.” ketus Rere dengan bibirnya yang mengerucut. Jeffran tersenyum gemas melihat perempuan mungil di hadapannya saat ini.

Jeffran menyelipkan anak rambut ke belakang daun telinga Rere. “Cantik.” puji Jeffran sehingga kedua pipi Rere memerah jambu.

Tidak ada penolakan saat perlahan Jeffran mengangkat tubuhnya ke atas kichen counter. Rere ikut menatap wajah Jeffran yang berseri-seri memandangnya dengan intens.

“Selalu cantik, dan buat saya jatuh cinta.” kali ini Jeffran berbisik pelan. Pelannya suara Jeffran membuat dadanya kian berdebar-debar tidak karuan. “Kamu pikir saya bercanda waktu bilang mau cium kamu?” tanya Jeffran menatap iris legam Rere. Perempuan itu tidak menjawab, ia lebih memilih diam sambil menetralkan deguban kencang yang seakan ingin meledak itu.

Jeffran mengikis jarak antara keduanya, menghapus tuntas barang seinci pun setelah kedua hidung mereka saling bersentuhan. Kedua napas mereka beradu pelan, netra mereka saling mengunci. Ada jutaan kupu-kupu terbang secara acak di dalam perut keduanya saat perlahan bibir mereka saling bertaut. Jeffran hanya mengecup tanpa menggerakkan bibirnya. Melihat mata Rere yang perlahan menutup ikut terbawa suasana.

Tubuh Rere melemah seketika saat merasakan gigitan-gigitan kecil yang diberikan Jeffran ke bibirnya bagian atas dan bawah secara bergantian. Melenguh pelan ketika lidah Jeffran berhasil menjelajah ke dalam. Kedua insan itu sama-sama mendamba, mengikat asrama yang malu-malu mereka katakan melalui kedua mulutnya. Pagutan semakin dalam lantaran Jeffran menekan tengkuk Rere.

Kian beradu, suara decapan lidah dan air mendidih itu memenuhi ruangan. Tanpa mengakhiri pagutannya, Jeffran mematikan kompor itu lalu melanjutkan kembali aktifitas di mana tangannya berada. Tangan lelaki itu mengusap pelan punggung istrinya, memberikan kesan nyaman di antara lidah mereka yang masih beradu. Rere yang tidak lagi ingat niat awalnya ke dapur untuk membuat susu sekarang hanya bisa mendesah atas perlakuan Jeffran.

Jeffran mengakhiri ciuman itu saat dirasa Rere telah kehabisan napasnya. Rambut Rere yang berantakan, mata sayunya yang mulai terbuka, dan bibir tipisnya bak heroin yang mampu membuat Jeffran dimabuk kepayang, itu semua membuat hati Jeffran berbunga-bunga ketika melihatnya. Jeffran mengusap jejak saliva mereka yang tertinggal di ujung bibir Rere itu dengan jempolnya.

Do you like it?” iseng, Jeffran bertanya. Tidak ada jawaban dari Rere karena ia tahu pasti perempuan itu sedang malu, buktinya mata Rere yang tak berani menatap Jeffran. “Renatha, please look at me.

Rere menatap kedua bola mata suaminya. Meskipun malu dengan apa yang barusan terjadi secara tiba-tiba, Rere tidak bisa berbohong kalau ia menyukainya. Menyukai bagaimana Jeffran menciumnya dengan lembut dan hangat.

“Saya nggak akan berhenti kalau kamu nggak mau jawab.” perlahan, jemari Jeffran bermain di tali baju tidurnya. Mengendurkan hingga ke bawah.

Ada desiran aneh kala bibir Jeffran menyentuh tulang selangkanya. Mengecupnya dalam hingga tanpa sengaja membuat kedua tangan Rere memegang kepala Jeffran dan meremat pelan rambut pria itu.

Jeffran menghentikan aktifitasnya setelah berhasil membuat satu tanda keungan di sana dengan giginya. Ia kembali menatap Rere yang masih diam di tempatnya. “I’ll ask you once more, do you—

Yeah, I like it. Keep it and please don’t stop. Just do it again. Make me to heaven.”

Jeffran Arikala tidak pernah menyangka bahwasannya Rere yang selama ini terlalu pasif menanggapinya ternyata cukup berani untuk memberikan tantangan untuknya. Lantas seketika, tanpa ampun Jeffran memberikan kecupan-kecupan di bibir istrinya.

Sambil tetap berciuman, tangan kiri Jeffran gunakan untuk membelai punggung wanitanya, sedangkan tangan kirinya mulai bergerak aktif menelusuri setiap inci tubuh Rere. Rere mendesah di tengah ciuman ketika merasakan tangan Jeffran mengelus perutnya yang datar.

You drive me crazy.” kata Jeffran disela-sela ciuman yang semakin menggebu itu.

Jeffran beralih ke leher jenjang Rere, menciumnya dan menghisap pelan hingga tanda kepemilikannya tercetak jelas. Tangannya mengelus paha Rere hingga membuat perempuan itu mendesah pasrah. “Om—“

“Akh!” Jeffran mengigit lehernya lumayan keras.

I am not your uncle, Renatha. Bilang Om sekali lagi saya gigit leher kamu sampe berdarah.” ucap Jeffran sambil menatap Rere. “Call me Daddy.”

Belum sempat Rere untuk protes, Jeffran menghisap kuat tulang selangkanya. Tangannya yang berada di dalam bajunya bergerak pelan ke atas, meremas pelan payudaranya yang memang tidak ia lindungi dengan bra sehingga membuat Jeffran tersenyum menyeringai.

Naughty.” ucapnya pelan, lalu kembali meremasnya lagi hingga mau tidak mau Rere meneriakinya dengan sebutan yang diinginkan oleh Jeffran. “Daddy, please—“

Wajah Rere menengadah, merasakan kenikmatan yang pria itu berikan kepadanya. Jeffran memang tidak terburu-buru dalam permainnya, hal itu membuat Rere kian mengelenguh kala pergerakkan Jeffran yang lambat laun kian aktif di dalam balik bajunya.

“Kita lanjut di kamar.” tanpa menunggu jawaban, Jeffran kembali meraih bibir Rere. Menyecapnya lembut seraya menggendong Rere hingga naik ke tangga.

Ini adalah hal baru untuk Rere. Entah kenapa ia tidak ingin menghentikan kegiatan ini karena terlanjur menikmati setiap sentuhan yang diberikan oleh lelaki itu. Dan mungkin sepertinya malam ini akan mereka abadikan dalam hangatnya deruan napas mereka yang saling beradu, kedua bibir yang saling menggila menyerukan kedua nama mereka masing-masing