Prolog — Tentang Mimpi Skala
Dulu, ketika masih kecil, Skala Jingga pernah diberikan pertanyaan oleh Papinya, Jeffran Arikala, tentang apa yang akan dicita-citakannya saat dia sudah dewasa nantinya. Awalnya, bocah kecil berumur lima tahun dengan muka polosnya tersebut menjawab bahwa cita-citanya adalah menjadi orang yang seperti Jeffran Arikala. Tentu Jeffran sangat senang mendengarnya. Namun, kesenangan itu tak berakhir lama ketika akhir pekan keluarga kecil tersebut menghabiskan waktunya di sore hari sambil menonton televisi.
Dengan penuh ketekadan yang bulat, Skala kecil menghampiri sang Papi, duduk di pangkuannya lalu berbisik kalau dia ingin mengganti cita-citanya secara tiba-tiba.
“Abang mau jadi orang yang ada di sana. Kayak dia,” Skala menunjuk seorang gadis kecil yang mungkin seumuran dengannya di dalam layar lebar itu. “Apa boleh?” Lanjutnya menawar, diiringi kedua mata yang mengedip beberapa kali, yang sayangnya terlihat lucu dan menggemaskan.
Skala Jingga bernegosiasi tentang masa depannya untuk kali pertama. Melihat kelakuan anaknya yang sangat lucu, Jeffran tergelak, tawanya meledak, membuat sang istri yang sedang berada di dapur segera mengampiri keduanya.
Jeffran bangga dengan anaknya. Jeffran Arikala bangga dengan Skala Jingga.
Lantas Jeffran tanpa ragu pun mengangguk. “Apapun yang telah Abang cita-citakan untuk masa depan nanti, terserah. Itu hidup Abang dan Abang adalah orang yang paling berhak menentukannya. Tapi cuma satu permintaan Papi, Abang harus bertanggung jawab atas apa pun yang telah Abang pilih. Paham, Abang?”
“Baik, Bos!” seru Skala dengan suara lantang serta meletakkan tangannya di dekat pelipis. Lalu diam-diam Skala melirik Rere yang baru saja mengenyakkan tubuh di samping Jeffran. “Kalau Mami?”
“Apa, Bang?” tanya Rere yang tidak tahu menahu apa yang telah dibicarakan anak dan suaminya.
“Apa boleh Abang nanti berada di dalam sana?” tanya Skala dengan jari menunjuk televisi.
Pada awalnya Rere sempat tidak setuju dengan apa yang telah diutarakan Skala untuk cita-citanya kelak. Tetapi setelah mendapat bujukan dari Jeffran akan masa depan Skala yang boleh dia pilih sendiri, Rere pada akhirnya menyetujui walau dengan satu syarat, Skala juga harus belajar bisnis. Karena bagaimana pun, Skala adalah anak tunggal dan sudah sepantasnya nanti akan menggantikan bisnis sang ayah nantinya. Dan Skala tidak serta merta menyetujuinya, anak kecil itu dengan tumbuh cepat menjadi dewasa. Menjadi bintang kelas, mendapat peringkat tiga besar adalah hal yang tidak mengagetkan lagi. Tak hanya itu, saat dia sedang disibukkan dengan banyaknya tawaran pekerjaan, Skala bahkan tidak mengenyampingkan pendidikannya hingga ia dapat gelar cum laude.
Seperti itulah dimulai. Bagaimana Skala mulai terjun ke dunia pertelevisian—mulai mendapat tawaran kecil dari sebuah iklan susu anak, menjadi seorang penyangi cilik di atas panggung, dan berakhir membintangi beberapa film yang laris di bioskop-bioskop Indonesia hingga mendapat julukan dari fans-nya kalau Skala adalah Sirius yang artinya bintang paling terang. Ya, bintang paling terang, sebab semua karyanya laku di pasaran.
Dan tujuan terakhir Skala adalah menemukannya. Gadis kecil yang saat itu menarik perhatiannya, menjadikannya tidak ragu untuk memilih setiap keputusan yang dia ambil. Gadis yang membawanya menjadi sosok bintang sirius.